TEORI BELAJAR DALAM PERSPEKTIF CONTRUCTIVISME

 

Dalam dunia pendidikan umum telah terjadi pergeseran paradigma baru dari paradigma lama, yaitu berkembangnya aliran konstruktivisme yang menggarisbawahi bahwa pengetahuan dan perilaku manusia akan tubuh dalam dirinya seiring dengan pengalaman, interaksi sosial, interaksi dengan alam. Dengan perkembangan teknologi dan majunya perkembangan zaman akan menciptakan manusia yang maju pula. Konstruktivisme merupakan bagian dari filsafat yang mempertanyakan pengetahuan dan juga bagaimana kita mendapatkan sesuatu.Sebelum pembelajar terdidik, terlebih dahulu membutuhkan pengetahuan, Nilai kegunaan pengetahuan hanya dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan hidup, bukan sebagai kepentingan kehidupan subjektif sehari-hari.

Pengetahuan merupakan hasil gambaran tentang kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat dan dianggap sebagai kumpulan dari fakta. Namun, dalam bidang sains, diterima bahwa pengetahuan tidak terlepas dari subjek yang sedang belajar mengerti. Pengetahuan lebih dianggap sebagai proses pembentukan secara kontinu yang terus berkembang dan berubah. Sehingga dapat digambarkan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan bentukan (konstruk) dari diri kita sendiri.

Pendidikan merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh orang dewasa dalam pergaulannya terhadap anak didik menuju kedewasaannya (Langeveld, 1944 dalam Waini Rasyidin, 2007: 38). Sementara itu dalam literatur pendidikan Islam disebut dengan tarbiyah, ta‟lim, ta‟dib, dan al-radhah. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan hidup manusia. Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan terdidik demi mencapai tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, sia tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial, yakni jawaban-jawaban filosofis.

Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar pembelajar dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. pembelajar harus aktif mengembangkan pengetahuan, bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru/dosen atau sesama siswa/mahasiswa. Kreativitas dan keaktifan pembelajar membantu untuk berdiri sendiri dalam kehidupan, aliran ini mengutamakan  peran siswa dalam berinisiatif.Tujuan pendidikan adalah suatu yang hendak dicapai dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Pendidikan berusaha mengubah keadaan seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat berbuat menjadi dapat berbuat, dan tidak bersikap seperti yang diharapkan menjadi sikap seperti yang diharapkan. Pendidikan Agama Islam sendiri merupakan kegiatan pendidikan yang melatih perasaan anak didik/pembelajar dengan strategi dan metode tertentu, sehingga dalam sikap hidup mereka dipengaruhi oleh nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.

Adapun pendidikan agama islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik/pembelajar agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).Pendidikan agama Islam diharapkan berfungsi sebagai wahana pengembangan potensi peserta didik agar menjadi aktual, sehingga mampu membentuk kepribadian muslim yang bermoral.

Isi/Pembahasan

`         Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang yang menekankan bahwa pengetahuan kita itu adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Menurut Von Glaserved (1988) pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun bila ditelusuri dengan mendalam, gagasan pokok kontruktivisme dimulai oleh Giambatista Vico, seorang Epistemolog dari Italia. Pada tahun 1740, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapakan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan.” Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti, dikatan seseorang telah mempunyai pengetahuan ketika seseorang tersebut telah mampu menjelaskan kembali unsur-unsur yang ada dalam membentuk sesuatu itu.

 

Menurut Vico, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya, karena dia tahu bagiman cara membuatnya dan dari apa diciptakan. Sementara orang hanya tahu setelah dikonstruksikannya. Bagi Vico, pegetahuan selau menunujuk pada struktur konsep yang dibentuk. Ini berbeda dengan kaum empiris yang melihat pengetahuan hanya dari segi luarnya saja. Perkembangan konstruktivisme dalam belajar juga tidak terlepas dari usaha keras Jean Piagetin dan Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan bahwa perubahan kognitif ke arah perkembangan terjadi ketika konsep-konsep yang sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena ada sebuah informasi baru yang diterima melalui proses ketidakseimbangan. Ini berarti dalam membentuk pengetahuan didasari oleh pembentukan konsep yang diintegratkan dengan pengalaman yang baru.

 

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri.Pembelajaran Konstruktivisme adalah pembelajaran yang berfokus pada peserta didik sebagai pusat dalam proses pembelajaran. Pembelajaran ini disajikan agar supaya lebih merangsang dan memberi peluang kepada peserta didik untuk berfikir inovatif dan mengembangkan potensinya secara optimal. Jadi, pembelajaran konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang aktif dalam membangun pengetahuan, karena pengetahuan tidak bisa di pindahkan melainkan melalui interpretasi secara individual dengan bantuan lingkungan, dan pembelajarannya berpusat pada siswa.

Model-model Pembelajaran Berdasarkan metode Konstruktivisme:

a.      Discovery Learning

Salah satu model pembelajaran kognitif yang paling berpengaruh adalah discovery learning-nya Jerome Bruner, yaitu siswa didorong untuk belajar dengan dirinya mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan konsep-konsep dan prinsip- prinsip, dan Guru mendorong siswa untuk aktif mempunyai pengalaman- pengalaman dan menghubungkan pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri. Sedangkan menurut Sund discovery adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Discovery learning telah banyak aplikasinya dalam dunia keilmuan, sehingga menemukan prinsip-prinsip keilmuan yang berasal dari pemahaman dengan pengalaman, karena menurut discovery learning adalah belajar yang bertujuan untuk menemukan sesuatu pengetahuan yang sudah ada. Discovery learning mempunyai beberapa keuntungan dalam belajar, antara lain siswa mempunyai motivasi dari dalam sehingga mampu menyelesaikan permasalahannya dengan mnemukan jawabannya sendiri. Selain itu, siswa juga mampu untuk belajar mandiri dalam memecahkan problem, dan memiliki keterampilan berfikir kritis, karena mereka harus menganalisis dan mengelola informasi.

b.      Reception Learning

Ausabel menjelaskan sebuah alternatif model pembelajaran yang disebut reception learning. Para penganut teori resepsi ini menyatakan bahwa guru mempunyai tugas untuk menyusun situasi pembelajaran, memilih materi yang sesuai bagi siswa, kemudian mempresentasikan dengan baik pelajaran yang dimulai dari umum ke spesifik. Inti pendekatan reception learning adalah expository teaching, yaitu perencanaan pembelajaran yang sistematis terhadap informasi yang bermakna.

c.      Assisted Learning

Assisted learning mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kognitif individu. Vigotsky menyatakan bahwa perkembangan kognitif terjadi  melaui interaksi dan percakapan melalui lingkungan sekitarnya, baik teman sebaya, orang dewasa atau orang lain dalam lingkungannya. Orang lain tersebut sebagai pembimbing atau guru yang memberikan informasi atau dukungan  penting yang dibutuhkan anak untuk menumbuhkan intelektualnya. Orang dewasa yang ada disekitar anak akan memberikan bimbingan pengarahan, dengan demikian, seorang anak tidak sendirian dalam menemukan dunianya sebagai bagian dari proses perkembangan kognitifnya. Jerome Bruner menyebut bantuan orang dewasa dalam prosesbelajar anak disebut dengan istialh scaffolding, yaitu sebuah dukungan untuk belajar dan memecahkan problem. Dukungan ini berupa isyarat-isyarat peringatan-peringatn, dorongan, memberikan contoh, atau segala sesuatu yang mendorong siswa untuk menjadi siswamandiri dan mampu menyelesaikan permasalahannya sendiri. Guru dapat membantu belajar siswa dengan menunjukkan keterampilanketerampilan, Guru memberikan feedback terhadap hasil kerja siswa, sehingga siswa mendapatkan masukan dari hasil kerjanya, dan selanjutnya dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dikuasainya.

d.      Active Learning

Active learning artinya pembelajaran aktif. Menurut Melvin L. Silberman, belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapakan apa yang mereka pelajari.

e.      Quantum Learning

Quantum didefinisikan sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Sedangkan learning artinya cahaya. Belajar bertujuan meraih sebanyak energi: interaksi, hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan energi cahaya. Dengan demikian, quantum learning adalah cara penggubahan bermacam-macam interaksi, hubungan, dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar. Dalam praktiknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa, jika mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu, akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak terduga sebelumnya. Dengan menggunakan metode belajar yang tepat, siswa dapat meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Salah satu konsep dasar dari metode ini adalah bahwa belajar itu harus itu harus mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baruakan lebih lebar dan terekam dengan baik. Quantum learning berusaha mengubah susasana pembelajaran yang monoton dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi suatukesatuan yang kekuatan yang integral.

f.       Contextual Teaching and Learning

Contektual teaching learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna yang dikaitkan kehidupan nyata baik yan berkaitan sosial, budaya, pribadi, ataupun ekonomi. Menutut Johnson, pembelajaran contextual Teaching and Learning (CTL) dalah suatu pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadi, sosial dan budaya. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapakan lebih bermakna bagi siswa.

Kesimpulan

Dari pemaparan dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.   konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya. Kaum konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum diketahui sebagai zone of proximal development of knowledge.

2.   Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar. Konstruktivisme dalam pendidikan menunjukkan bahwa pengetahuan adalah konstruksi dari kegiatan/tindakan seseorang yang terus menerus dan berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses konstruksi dan reorganisasi yang terus menerus. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada di luar tetapi ada dalam diri seseorang. Jadi pengetahuan merupakan produk dari pengalaman seseorang yang pada akhirnya menciptakan seseorang cerdas dan menjadi dirinya sendiri.



Komentar

  1. Artikel yg menarik,pada hakekatnya guru berperan sbg fasilitator bagi peserta didiknya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer