FENOMENA PERGESERAN RUH PENDIDIKAN DALAM PENGAJARAN DI SATUAN LEMBAGA PENDIDIKAN

 

A.    Pergeseran Ruh Satuan Pendidikan

 

Dinamika pendidikan di Indonesia dalam realita masih banyak kekurangan yang mesti dan segera dibenahi demi mencapai pendidikan yang lebih baik. Salah satu elemen vitalnya yaitu guru selaku pemegang tanggung jawab besar dalam rangka mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicitakan. Namun sangat disayangkan peran besar seorang guru sering terlupakan oleh siswa bahkan namanya turut terhapus dalam ingatan. Tak jarang murid di era kini ketika duduk di bangku SMP tak mampu lagi menyebutkan nama-nama gurunya di SD. Tingkatan perndidikan hanya terlewati bak sebuah tangga tanpa kesan dan makna. Pergeseran hubungan antara guru dan murid yang semestinya seperti anak dan orang tua kini keakraban itu telah terkikis nilai-nilainya sehingga paradigma yang sekarang guru lebih dari sekedar teman dalam belajar, tugas dan kewajiban selesai jika materi selesai. Sehingga peran guru secara personality hanya dianggap sebagai penyampai pengetahuan terbayarkan dengan sebuah gaji, impas sampai disitu. Lebih lanjut pernyataan Mendikbud bahwa jejak mengajar para guru saat ini akan menempel lekat pada ingatan siswa jika mereka dididik sebagai seorang pembelajar.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no 14 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru tertulis sempurna menjadi sebuah wacana teoritis, namun dalam prakteknya masih jauh dalam angan- angan. Standar kompetensi dan kualifikasi guru disesuaikan secara administrasi demi sebuah tunjangan profesionalisme guru, padahal adanya tunjangan sertifikasi pada mulanya bertujuan untuk menghargai pengabdian seorang guru yang berjuang melawan kebodohan. Pembelajaran terpaku pada silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sehingga guru disibukkan menyusun perangkat pembelajaran demi menuntaskan sebuah materi serta lepas dari sebuah kewajiban secara administratif, keluar dari zona aman demi sebuah tunjangan profesional guru. Hal tersebut berdampak dalam proses belajar mengajar yakni pembelajaran lebih terpaku pada transfer of knowledge pembentukan dan penanaman sebuah karakter dan spiritual pada murid tidak tersentuh. Hal-hal tersebut secara tidak langsung melupakan sebuah esensi pendidikan dan melupakan hakikat guru yang lekat dengan makna profesionalisme.

Nur Uhbiyati menjelaskan makna profesionalisme merujuk kepada guru sebagai pendidik yang artinya orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri. ( Nur Uhbiyati: 1998)

Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh anak didiknya (Hasan Basri:2009).

Menurut Abuddin Nata ada tiga sifat tujuan pendidikan Islam yang diharapkan membawa perubahan pada anak didik, yaitu

      a.             Tujuan bersifat individual, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan individu, seperti pribadi-pribadi peserta didik, intelek, perasaan, pelajaran, dan kejiwaan peserta didik. Perubahan yang diharapkan tentunya pada tingkah laku peserta didik, aktivitas dan pencapaiannya dalam pembelajaran, pada pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan mereka, dan pada persiapan mereka dalam menempuh kehidupan dunia dan akhirat.

b.         Tujuan yang bersifat sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan, seperti hubungan yang dinamis dalam masyarakat, sehingga perubahan yang diharapkan adalah dapat memperkaya pengalaman dan kemajuan dalam tatanan kehidupan masyarakat.

c.      Tujuan yang bersifat profesional yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai suatu aktivitas dalam masyarakat. Sedangkan tujuan pendidikan menurut Ibnu Khladun ada beberapa pokok tujuan, yaitu:

1)   Pendidikan bertujuan meningkatkan kerohanian manusia,

2) Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan manusia dan kemampuan berpikir,

3)   Pendidikan bertujuan untuk peningkatan kemasyarakatan,

4)    Penguasaan keterampilan profesional sesuai dengan tuntutan zaman (link and match),

5)    Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan. Untuk mencapai tujuan diatas, tentu melalu proses pendidikan yang melibatkan semua unsur dan komponen pendidkan seperti: lingkungan sekolah, orang tua di rumah, dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian, tujuan akhir daripada pendidikan Islam, terletak bagaimana peserta didik mampu mengkatualisasikan dan merealisasikan pengabdian kemanusiannya secara menyeluruh dan totalitas (kaffah) sejalan dengan tuntunan  ajaran Islam.

B.   Faktor Pergeseran Ruh Satuan Pendidikan

 

Pada hakikatnya pendidikan merupakan upaya untuk membentuk sumber daya manusia yang cerdas, terampil dan berakhlak baik. Dengan kata lain pembelajaraproses untuk membantu peserta didik agar belajar dengan baik dan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Sebagaimana digariskan dalam pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU  RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.



 

 


Pendidikan Indonesia saat ini menggunakan sistem nasional yang meliputi sistem terbuka, sistem yang berorientasi pada nilai, sistem  pendidikan yang beragam, sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan sistem pendidikan yang efektif dan efisien. Sistem pendidikan yang dianut di Indonesia sekarang, menganut sistem pendidikan nasional. Walaupun budi pekerti merupakan bagian dari mata pelajaran agama atau berorientasi pada nilai yang salah satu bahasannya adalah moral/budi pekerti, pembahasan mengenai hal tersebut pasti memperoleh porsi yang amat sangat kecil. Hal ini mengingat cukup banyak aspek yang dibahas dalam mata pelajaran agama dengan alokasi waktu yang amat minim yaitu dua jam dalam seminggu. Oleh karena itu, sentuhan aspek moral/akhlak/budi pekerti menjadi bergeser menjadi tipis dan tandus. Padahal zaman terus berjalan, budaya terus berkembang, teknologi berlari pesat. Arus informasi manca negara bagai tak terbatas. Semakin berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola  hidup pada remaja ke arah yang lebih modern. Akibatnya, budaya luar yang negatif mudah terserap tanpa ada filter yang cukup kuat.

Gaya hidup modern yang tidak didasari akhlak/budi pekerti cepat ditiru. Contohnya, penyebutan nama bagi yang umurnya lebih tua masih dianggap tidak sopan sehingga mereka memanggil mas, bang, ataupun yang lain. Sedangkan dalam berpakaian ataupun yang lain kurang diperhatikan. Tidak memungkiri keadaan tersebut, kondisi lingkungan yang kurang peduli terhadap kesopanan, sehingga akhirnya pada saat-saat tertentu saja sopan. Seperti merokok disekolah, ditempat kuliah, ataupun di tempat-tempat formal yang lainnya.

Keadaan ini seharusnya jangan sampai terjadi karena lama kelamaan akan menimbulkan pergeseran hilangnya kebudayaan kita dan mungkin akhirnya kita tidak mempunyai kebudayaan sendiri, Premanisme ada dimanamana, emosi meluap-luap, cepat marah dan tersinggung, ingin menang sendiri menjadi bagian hidup yang akrab dalam pandangan sebagian dari diri masyarakat sendiri. Pada kenyataannya pergeseran yang terjadi berdampak dangan memudarnya moral dan budi pekerti yang ada pada dalam diri remaja dan peserta didik, dan berkembanganya suatu kebudayaan baru sebagai hasil inovasi kebudayaan moral dan budi pekerti yang telah ada. Moral dan budi pekerti yang dulunya masih melekat di dalam kesadaran diri masyarakat kini banyak mulai bergeser ke arah yang negatif dan mulai luntur. Era globalisasi merupakan proses yang mendorong umat manusia untuk beranjak dari cara hidup dengan wawasan nasional semata-mata ke arah cara hidup dengan wawasan global.


 

 

 

Dalam hal ini dunia dipandang sebagai suatu sistem yang utuh, bukan sekedar sebagai kumpulan dari keping-keping geografis yang bernama

„negara  atau  bangsa‟.  Dalam  situasi  kehidupan  yang  bersifat  global  ini gejala- gejala serta masalah tertentu hanya dapat dipahami dan diselesaikan dengan baik apabila diletakkan dalam kerangka yang bersifat global, bukan dalam kerangka lokal, nasional ataupun regional. Dalam hal ini konsep „era golabilasi   berarti   suatu   kurun   waktu   atau   zaman   yang   ditandai   oleh munculnya berbagai gejala serta masalah yang menuntut umat manusia dituntut untuk menggantikan pola-pola persepsi dan pola-pola berpikir tertentu, dari pola-pola yang bersifat nasional semata-mata ke pola-pola yang bercakupan global. Penyimpangan perilaku dari budi pekerti yang terjadi pada seseorang akan terkena sanksi atau ancaman hukuman oleh lingkungan masyarakatnya. Dalam lingkungan yang lebih kecil, misalnya sekolah, sanksi dijatuhkan secepatnya kepada siswa yang melanggar disiplin sekolah dengan cara ditegur atau diperingatkan.

Hukuman ini merupakan pengalaman sebelumnya dimana seorang siswa dinyatakan melanggar peraturan atau menghalangi upaya pendidik untuk menegakkan disiplin. Hukuman yang dijatuhkan kepada siswa perlu dipertimbangkan lagi keefektifannya dengan mengacu pada tujuan yang sebaikbaiknya atau akibat yang menguntungkan semua pihak. Dengan demikian tidak mudah menjatuhkan hukuman kepada seseorang hanya karena perilaku yang salah yang mungkin disebabkan oleh kondisi saat itu.kondisi


 

 

 

tersebut perlu dicermati, tidak perlu di tutup-tutupi karena unsur budi pekerti sebagai bagian kepribadian seseorang terpadu dengan lingkungannya. Dalam era seperti inilah pendidikan budi pekerti sangat dibutuhkan sebagai ruh dari pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan budi pekerti sebagai konsepsional lebih dipentingkan dalam kajian ilmiah, maka yang kita maksud dengan pendidikan budi pekerti sekarang adalah pendidikan budi pekerti dalam arti sempit atau secara operasional, yakni berupa salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.

Pendidikan budi pekerti secara operasional diartikan sebagai upaya untuk membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk. sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa: ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa. Menurut (Cahyoto, Draft Kulrikulum Berbasis Kompentensi 2001:17), “budi pekerti merupakan isi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat”. Hal ini sesuai dengan pendapat “Bahwa pendidikan budi pekerti dan moral berarti ajaran baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila. Sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik buruk, berakhlak baik”.

Berdasarkan beberapa pendapat ilmuan diatas maka dapat dikatakan bahwa moral dan budi pekerti merupakan kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Pada dasarnya kita harus sopan dimana saja, kapan saja dan dalam kondisi apapun. Apalagikita hidup dalam budaya timur yang syarat akan nilai-nilai kesopanan.


            Sehingga seharusnya kita berpatokan dalam budaya timur. Sopan santun itu bukan warisan semata dari nenek moyang, lebih dari itu, sudah menjadi kebiasaan kita. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, moral dan budi pekerti yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan tatanan serta iklim keidupan social- cultural dunia persekolahan secara umum bertujuan sebagai berikut: a. Mendorong kebiasan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius. b. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai penerus bangsa. c. Memupuk ketegaran dan kepekaan mental peserta didik terhadap situasi dan kondisi 
lingkungan yang negatif. Pembahasan tujuan pendidikan moral dan budi pekerti dapat dikembalikan kepada harapan masyarakat terhadap sekolah yang menghendaki siswa mempunyai kemampuan dan kecakapan berpikir, menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, dan memiliki kemampuan yang terpuji sebagai anggota masyarakat. Bagi sekolah harapan masyarakat mengenai tujuan pendidikan itu tercantum dalam kurikulum yang selanjutnya dijadikan pedoman oleh guru untuk menyusun tujuan pelajaran.Sedangkan fungsi pendidikan budi pekerti bagi peserta didik Draf Kurikulum Berbasis Kompetensi (2001) meliputi:

a.         Pencegahan; yaitu untuk mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.

b.        Penyaluran, yaitu untuk membantu peserta didik yang memiliki bakat tertentu agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optimal sesuai dengan budaya bangsa.

c.           Penyaring (filter), yaitu untuk menyaring budaya-budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa-bangsa lain, yang tidak sesuai dengan nilai budi pekerti.

d.        Pembersih, yaitu membersihkan diri dari penyakit hati seperti sombong, egois, iri, dengki, dan ria, sehingga terhindar dari penyakit hati itu dan mereka tumbuh dan berkembang sesuai ajaran agama dan budaya bangsa. Saat ini pemerintah mulai memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Dengan membuat berbagai kebijakan dan merubah sistemnya. 

            Pendidikan Indonesia saat ini menggunakan sistem nasional yang meliputi sistem terbuka, sistem yang berorientasi pada nilai, sistem pendidikan yang beragam, sistem pendidikan yang disesuaikan dengan perubahan zaman dan sistem pendidikan yang efektif dan efisien. Sistem pendidikan yang dianut di Indonesia sekarang, menganut sistem pendidikan nasional. Namun, sistem pendidikan nasional masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pada kenyataannya pergeseran yang terjadi berdampak dangan memudarnya moral dan budi pekerti yang ada pada dalam diri remaja dan siswa, dan berkembanganya suatu kebudayaan baru sebagai hasil inovasi kebudayaan moral dan budi pekerti yang telah ada. Moral dan budi pekerti yang dulunya masih melekat di dalam kesadaran diri masyarakat kini banyak mulai bergeser ke arah yang negatif dan mulai luntur.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer